KanalBerita8.co- Revisi PM No.32 tahun 2016 tentang Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek (Payung Hukum Taksi Online) yang akan dijalankan pada 1 April mendatang membuat tiga pemain ridesharing terbesar di Indonesia angkat suara.
Perusahaan pengelola taksi online tak sepakat adanya penetapan jumlah kuota kendaraan sesuai dengan revisi Peraturan Menteri (PM) Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Sebab, revisi ini tak sejalan dengan semangat ekonomi kerakyatan berbasis teknologi.
GO-JEK, Uber, dan Grab mengeluarkan pernyataan bersama yang ditujukan ke Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada Jumat (17/3).
Surat tersebut ditandatangani oleh Presiden GO-JEK Andre Soelistyo, Managing Director Grab, Ridzki Kramadibrata, dan Regional General Manager APAC Uber Mike Brown.
Ketiganya menganggap bahwa kuota kendaraan berbasis aplikasi maupun konvensional tak perlu dibatasi. Hal itu dinilai akan menghadirkan iklim bisnis yang tidak kompetitif serta mempersempit pilihan masyarakat dalam bidang transportasi.
Dalam pernyataan bersama itu dinyatakan secara prinsip menerima adanya aturan yang akan berlaku bagi taksi online, tetap ada sejumlah catatan yang diberikan.
Pertama, menyepakati adanya peraturan tanda uji berkala kendaraan bermotor (Uji KIR), tetapi meminta fasilitas uji KIR yang bisa mengakomodasi pengemudi dan pemilik mobil.
Kedua, terkait dengan rencana penetapan jumlah kendaraan, dipandang tidak perlu dibatasi karena berpotensi menghadirkan iklim bisnis yang tak kompetitif. Pembatasan juga menghalangi bertumbuhnya micro entreprenuer di bidang transportasi.
Ketiga, soal penetapan biaya angkutan yang akan ditentukan sesuai wilayah layanan dianggap tidak sesuai dengan semangat untuk menghadirkan kesepadanan harga.
Keempat, pemain ridesharing juga menolak kewajiban kendaraan terdaftar atas nama badan hukum/koperasi. Regulasi ini dianggap membuat mitra pengemudi mengalihkan kepemilikan kendaraan kepada badan hukum sebagai pemegang izin penyelenggaraan angkutan.
Soal kewajiban mendaftarkan kendaraan atas nama badan hukum/ koperasi. Hal ini ditolak keras oleh ketiga penyedia transportasi berbasis aplikasi tersebut. Mereka beranggapan
rencana pengalihan kepemilikan kendaraan bisa berpotensi menghilangkan kesempatan mitra pengemudi memberi jasa kepada penumpang.
Sementara ditempat terpisah, Managing Director, Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menyatakan Peraturan Menteri No.32 Tahun 2016 seperti membawa bisnis transportasi kembali ke praktik lama.
“Kita tidak boleh melihat kembali ke belakang – Jangan Mundur. Kami mendesak pemerintah untuk memperpanjang masa tenggang implementasi Peraturan Menteri No.32 Tahun 2016 dan mempertimbangkan kembali dampaknya kepada konsumen dan pengemudi,” ungkapnya.
Sekedar informasi, terdapat 11 pon yang menjadi bahan revisi, PM 32/2016, yaitu taksi daring masuk ke dalam angkutan sewa khusus, mobil 1.000 cc bisa dioperasikan, pemda berhak mengatur tarif batas atas dan bawah taksi daring, pemda berhak membatasi jumlah taksi daring sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing,
kewajiban balik nama STNK harus atas nama perusahaan terhitung masa berlaku STNK pribadi habis, wajib uji berkala (KIR), memiliki pool bisa dengan kerja sama, memiliki bengkel yang bisa bergabung dengan perusahaan tertentu,
membayar pajak bagi perusahaan aplikasi sesuai dengan apa yang diatur Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, memberikan akses kepada Kemenhub berupa data pengemudi (dashboard) oleh perusahaan taksi daring dan pemberian sanksi berupa teguran hingga pemblokiran.
Belum ada tanggapan untuk "Kuota Armada Di batasi Kemenhub di Protes Gojek,Uber dan Grab dengan kirim Surat"
Posting Komentar